Selasa, 20 Mei 2008

INGIN POSTING CERPEN KE REDAKSI DAN MENGHASILKAN DUIT

gimana ya cara nya kirim cerpen via internet ke redaksi - rdaksi majalah gitu??
kan lumayan dapet duit atau paling nggak dapet marchendise gtuu... hehehehe

Selasa, 13 Mei 2008

LIBUR PANJANG _ KELAS 3 UAS

Sekarang lagi libur panjaaaaaaaaaang..
3 hari doang tapi...

huaaaaaaaaahhhhhhhhhhh.....

cerpen udah jadi...

bagi yang udah baca cerpen gue diharapkan leave comment segera...

kritik n sarannya dong...
kalo gak bisa leave comment disini ya ke fs gue aja yaw.. hhe..

: drew_berry@ndy.com

ditunggu...............

Cerpen SASTRA Bout my SELF ^^

KEINDAHAN DIBALIK KEBENCIAN

Dibalik tembok itu kami aman dari intaian mata. Walaupun masih bocah namun kami sangat lihai dalam mengambil kesempatan dalam kesempitan. Guru-guru yang lalu lalang tak menyadari keberadaan kita di luar sana. Aku dan ke dua temanku pun segera memberhentikan taksi dan sesegera mungkin meninggalkan tempat itu. Aku gugup. Sesak nafas namun puas. Ardi duduk di depan. Kulihat mukanya pucat pasi namun menyemburkan senyum kemenangan. Duduk dibelakang Aku dan Mita. Tak tampak gugup atau gelisah meluncur dari raut mukanya. Dingin sekali. Sang supir taksi memulai pembicaraan.

“Adik-adik ini sudah pulang sekolah emang ya? Mau dianter kemana nih?” supir taksi yang bingung akan penumpangnya tersebut itu tampak mengeluarkan senyum kecil yang mengesankan merendahkan anak-anak.

Kami hening sejenak. Aku pun tidak tahu harus kemana. Sudah berhasil lolos dari tempat itu saja sudah senang bukan main. Tapi untuk menetukan akan kemana, aku bleng. Minta diantar kerumahku itu tidak mungkin. Ibu pasti akan bertanya mengapa sudah pulang saat jam pelajaran belum selesai. Berniat untuk berbohong tapi aku takut. Aku tidak tahu tempat apa yang baik untuk dikunjungi saat itu. Otakku terus berfikir.

“Jalan Swakarsa 5 Pak, lurus terus nanti kalo ada AC Mobil belok ke kiri ya Pak..” Ardi menetukan pilihan. Kami terlarut dalam lamunan masing-masing.

“Ah, serius kamu Di?” Mita tak percaya Ardi memilih tempat itu untuk kita kunjungi.

“Tenang aja Kawan.. pokoknya beres deh sama aku..” sambil mencurahkan senyum maksimalnya dan tangan mengepal megeluarkan ibu jari.

Sampai tujuan dan Ardi tanpa pikir panjang langsung mengeluarkan isi kantongnya dan membayar jasa taksi tersebut. Kami berjalan beriringan dengan langkah pasti menuju satu tujuan. Tempat yang sudah kami tunggu-tunggu. Rumah Ardi.

Suasana kamar Ardi memang lebih nyaman dibanding harus menonton class meeting antar kelas yang diselenggarakan sekolah setahun sekali itu. Sudah panas, berdiri, pertandingannya tidak seru pula. Benar-benar satu paket spesial. Saat itu juga kami putuskan untuk cabut dari sekolah. Penjagaan SD N 05 Pondok Kelapa saat itu memang kurang ketat. Jika tidak maka tidak mungkin kami bisa lolos. Bangga rasanya bisa menyusup keluar tanpa diketahui guru dan satpam. Damai bisa bercanda tawa di kamar Ardi daripada di lapangan out door menonton orang mengejar-ngejar bola. Segelas jus jeruk segar serta cemilan disediakan untuk menemani obrolan santai kami siang terik itu.

Rasa senang puas dan damai tadi luntur secara tiba-tiba. Aku jadi gelisah dan khawatir ada yang mengadu dan akhirnya berita ini sampai di telinga orang tua. Sampai di telinga guru saja pasti akan tamat riwayat kami bertiga. Ternyata Mita merasakan hal yang sama. Dibalik wajahnya yang kalem dan dingin itu ternyata gelisah menyerbu dirinya. Ardi kami paksa untuk kembali kesekolah demi mencegah hal buruk menimpa kami. Seperti dugaan, Ardi menolak mentah-mentah.

“udah, gak apa apa, udah di absen kok, lagian kan hari ini cuma class meeting, pasti gurunya gak ngeh” bujuk Ardi agar Aku dan Mita tidak merengek minta kembali ke tempat yang sudah susah payah kami tinggalkan.

Kami terus membujuk Ardi. Adu argumen sudah tidak dapat di pertahankan. Saling menyalahkan mulai terjadi. Kekompakan mulai memudar. Kesabaran telah habis. Emosi tak mampu ditahan. Amarah pun meluap. Perdebatan hebat. Salah satu harus mengalah. Penengah sangat dibutuhkan. Semua saling membenarkan pendapatnya dan menyalahkan apa yang tidak disuka. Bi iyuk pun datang berperan sebagai penengah antara kami bertiga. Aku merengek minta kembali ke sekolah. Ardi teguh dengan pendiriannya untuk tetap disitu karena jika kembali akan terasa sama saja seperti tidak terjadi apa-apa dan rasa puas yang telah dialami akan hilang. Mita bertekad bulat untuk kembali ke sekolah bersama Aku dan Ardi.

Bi Iyuk terlihat pusing akan tingkah laku kami bertiga yang tampak sangat bandel dan tidak bisa diatur. Nampak jelas dari mata bi Iyuk ia sedang bekerja keras memikirkan cara memberhentikan perdebatan sengit tiga bocah ini.

“Begini saja deh non, gimanha khalo non Ardi kepengennya di rumah ajha ya di rumah, non Mita karo non Windy kepengen nang sekolah ya ndang kono perghi dewe-dewe..” dengan logat jawa yang kental Bi Iyuk berusaha menyelesaikan masalah ini semampunya.

Kami hening beberapa saat. Bi Iyuk lega telah berhasil membuat kami bertiga hening. Aku tahu, Ardi dan Mita pasti merasa keputusan itu adalah satu-satunya jalan keluar dari kebingungan ini.

“Yaudah, aku setuju. Kalian kalo mau balik, silahkan deh. Payah.” Sambil membuang muka dan menjerembapkan diri ke tumpukan kasur yang empuk. Ardi sudah capek.

Ardi memang teman yang baik. Setia kawan. Namun dalam hal terdesak seperti ini ego nya pun muncul. Apalagi harus memilih sekolah atau kamar yang nyaman.

Aku dan Mita bergegas keluar rumah. Bi Iyuk yang hanya bisa menenangkan kami bertiga itu membukakan pintu.

“Hati-hati ya non.. maapin non Ardi ya..”

Kami melenggang ke arah pangkalan angkutan umum. Tidak tahu apa yang dirasakan. Sedih bercampur kesal. Kenapa Ardi begitu tidak setia kawan. Mita yang daritadi mengeluh seperti itu pun aku bingung untuk menjawab apa. Kurasakan hal yang sama seperti Mita. Penyesalan akan meninggalkan sekolah timbul. Penyesalan memang selalu datang terakhir dan terlambat. Kami telah melanggar aturan. Walaupun di sekolah sedang tidak ada kegiatan belajar mengajar namun yang namanya meninggalkan diri dari sekolah saat jam sekolah adalah perbuatan yang tidak patut di contoh.

“Heeei.. tunggu !!” langkah tergesa-gesa nafas bersaut-sautan. Ardi menyusul.

Aku bahagia sekali. Kurasa Mita juga merasakan hal yang sama. Sampai dihadapanku tak lupa ku ejek dahulu.

“Katanya gak mau ikuut..” sindirku dan Mita kepada Ardi yang sedang mengatur nafasnya.

Tapi aku senang dia akhirnya sadar bahwa persahabatan harus ada dikala senang dan susah. Saat susah seperti ini tidak adil jika Ardi hanya berdiam diri di kamar. Ide kabur dari sekolah ini memang kami bertiga yang mau sendiri. Tapi saat diantara kami telah menyadari kesalahan, satu sama lain harus mengajak menuju kebaikan. Itulah gunanya sahabat. Mengajak ke jalan yang benar.

Sampai di sekolah. Seperti dugaan. Panas matahari menyorot tajam menuju halaman sekolahku. Rasanya ingin mati saja. Ardi mengeluh dan menyalahkan Aku dan Mita karena tidak mengikuti sarannya saja. Kami berkeliling koridor sekolah. Keruan saja ternyata para guru yang tidak bersangkutan dengan olahraga telah pulang daritadi. Kami merasa di curangi. Kenapa guru-guru boleh pulang tapi para murid tidak boleh. Padahal kami juga tidak bersangkutan. Jadwal kami tanding adalah 2 hari lagi. Itupun di sekolah lain. Para murid memang harus bersabar menanti pukul 1 siang untuk dapat kembali ke rumah masing-masing.

%%%

Hari yang ditunggu pun tiba. Sekolah ku SD N 05 Pondok Kelapa bertanding basket di lapangan SD N 09 Pagi pagi ini. Rasa senang dan nerveous menyelimuti hati kami para pemain inti dan cadangan basket putri 05. Sebelum berangkat, kami di wejangi oleh nasehat-nasehat dan semangat yang membara dari para guru-guru. Jangan gerogi. Jangan pedulikan penonton. Jangan terkecoh sama gerakan lawan. Jangan main sendiri. Utamakan oper bola ke teman. Jangan mau menang sendiri. Kalo tidak kuat ganti orang. Jangan memaksakan diri. Jangan kecewakan nama 05 Pondok Kelapa.

Semua wejangan itu membuat kami terbebani. Namun jika tidak di berikan itu, kami tidak akan jadi semangat seperti sekarang. Kami siap. Kami harus menang. Disaat membara seperti itu, tingkah Ardi mulai menyebalkan.

“Aduh, aku malas ikut bertanding nih.. lagian kalo menang kan kita gak dapet apa-apa, kalo kalah kalah kita yang malu, kalo tanding kita yang capek, kalo nunggu kita yang bete, kalo … ”

“Stop! Yaudah kalo gak mau tanding.” Aku kesal. Masa bodoh dia mau tanding apa tidak.

Pertandingan berlangsung dengan hikmat. Satu persatu sekolah-sekolah berguguran. Lapangan SD N 09 semakin ramai disesaki penonton yang ingin melihat pertandingan. Kami masuk juara 8 besar. Suatu kebanggaan. Sangat bangga. Walaupun menang karena WO. WO atau Walk Out adalah pertandingan dimana si lawan tidak hadir, dan disaat itu juga kami menang dan melangkah ke babak selanjutnya.

Di posisi ke delapan, kami menantang klub basket putri dari YPAI. Pertandingan yang tidak adil ini berlangsung sangat riuh. Anggota YPAI sangat kasat mata lebih berbadan besar dan tinggi dibanding klub kami. 05 kalah telak. Aku terisak. Mereka pikir aku menangis disebabkan terjatuh tadi. Tidak. Aku menangis karena kami kalah.

Setiap pertandingan ada kalah ada menang. Itulah kesalahan ku dan yang lain. Kami tidak memikirkan bagaimana jika kami kalah. Optimis memang bagus namun jika yang kita harapkan tidak kesampaian jangan jadikan itu jadi suatu beban yang sangat berat. Jadikanlah kekalahan menjadi suatu umpan untuk meningkatkan semangatmu agar bisa lebih baik dari ini. Jadikanlah kekuranganmu sebagai patokan titik terendahmu, dan jangan sampai kita melakukan hal yang sama dengan kegagalan yang pernah diperbuat apalagi sampai melakukan kesalahan dibawah titik terendah yang pernah kita lakukan sebelumnya.

Dan disaat jatuh seperti ini, temanlah yang akhirnya membantu kesusahan ku. Ardi datang ke rumah ku. Aku masih terisak. Tak tahu apa yang kupikirkan. Rasanya sedih namun sangat kesal kenapa tidak dapat mengalahkan sekolah YPAI. Kekesalan itu yang akhirnya membuat air mata ini jatuh perlahan dari pelupuk mata. Aku masih sebal dengan Ardi. Namun akupun tak bisa menyalahkannya yang tidak ikut pertandingan. Dia hanya pemain cadangan. Menurutku itu satu-satunya alasan Ardi bolos saat pertandingan. Mungkin jika ia ikut bertanding, akan merubah nasib kami?

“Udahlah win, kekalahan itu bukan kiamat ko, jadi gak perlu di tangisin ampe kayak gitu dong.. kan tahun depan ada pertandingan lagi, kalo kamu mau latihan lebih giat lagi pasti bisa menang deh..”

“Hiks.. iya ya.. ngapain aku nangisin kekalahan.. tapi pertandingan tahun depan kamu ikut ya Di.. kamu harus janji mulai sekarang jangan suka bolos dong..”

“Yaaah.. InsyaAllah ya.. hahaha..”

“Tuh kan !”

“iya dah, janji gak bakal bolos lagi, di sekolah maupun di Basket. Asalkan ..”

“…” aku diam menunggu kata-katanya yang menggantung menimbulkan rasa penasaran. Salah satu hobi Ardi memang membuat orang penasaran. Tidak tahu apa yang akan dikatakannya. Tapi kuyakin ia pasti akan mengatakan alasan yang ingin membudakiku dengan suruhan-suruhannya seperti minta ditraktir ini dan itu atau minta dipijit.

“Asalkan…. Hmmm.. aku jadi pemain inti di klub basket kita! Hahaha.”

_Selesai_